Bila kita menyaksikan final coppa Indonesia antara Sriwijaya FC melawan Persipura Jayapura yang pada awalnya berjalan normal-normal saja, namun apa dinyana partai final tersebut dinodai oleh ulah pemain Persipura yang melakukan mogok main alias WO yang mana mereka memprotes kepemimpinan wasit Purwanto yang tidak memberikan hadiah pinalti kepada Persipura alibat handsball yang dilakukan oleh pemain belakang Seiwijaya FC Tsimi Jaques di kotak penalti. Akibat aksinya ini Persipura dinyatakan kalah dan Sriwijaya FC tampil sebagai juara. Apa yang bisa kita ambil pelajaran dari peristiwa ini? sesungguhnya sepak bola Indonesia ini setelah sekian lama belum juga mampu bangkit dari keterpurukannya. Jiwa besar dalam menerima kenyataan di lapangan ternyata belim mampu dilaksanakan dengan baik. Seharusnya Persipura harus melanjutkan permainan hingga usai, permasalahn handsball itu sudah lumrah terjadi, tinggal tergantung sepenuhnya kepada keputusan wasit. Ada dua faktor yang menjadi dasar keputusan wasit: pertama, faktor wasit itu sendiri beserta dua linesman, apakah mereka ini melihat secara langsung terjadinya handsball atau tidak, kedua, basic pengetahuan wasit itu sendiri dalam memahami aturan permainan. Tidak menutup kemungkinan faktor ketiga, seperti pressure dari tuan rumah yang kebetulan SFC adalah tuan rumah dan lolos ke partai final ini dan suatu kebetulan juga partai final ditetapkan di stadion Jaka Baring Palembang namun faktir ketiga ini harus kita sisihkan karena dalam pertandingan wasit dapat berlaku netral. Seharusnya Persipura harus belajar dari Inggris dimana dalam partai melawan Argentina di Piala Dunia 1986 harus mengakui keunggulan Argentina dengan gol "Tangan Tuhan" Diego Maradona,apa yang dilakukan tim Inggris apakah mereka mogok bermain? ternyata mereka tidak melakukan itu mereka tetap memprotes keras tapi mereka tetap melanjutkan permainan hingga akhir dengan jiwa besar meskipun mereka telah dicurangi oleh wasit. Hal inilah sekiranya dapat menjadi pelajaran bagi masyarakat sepak bola Indonesia, agar bagaimana menerima setiap keputusan yang ditetapkan wasit seberapapun kontrovesialnya keputusan tersebut. Jika tidak maka sepak bola Indonesia akan tetap berkubang dalam tempat yang sama, jalan ditempat, dan ditinggalkan oleh negara-negara lainnya. Marilah berubah...!!!
Indonesia menurut J.H. Boeke mengalami dualisme ekonomi atau dua sistem ekonomi yang berbeda dan berdampingan kuat. Dua sistem tersebut bukan sistem ekonomi transisi dimana sifat dan ciri-ciri yang lama makin melemah dan yang baru makin menguat melainkan kedua-duanya sama kuat dan jauh berbeda. Perbedaan tersebut karena sebagai akibat penjajahan orang-orang Barat. Apabila tidak terjadi kedatangan orang-orang Barat mungkin sistem pra-kapitalisme Indonesia dan dunia Timur pada umunya pada suatu waktu akan berkembang menuju sisitem atau tahap kapitalisme. Akan tetapi sebelum perkembangan kelembagaan-kelembagaan ekonomi dan sosial menuju ke arah sama, penjajah dengan sisitem kapitalismenya (dan sosialismenya serta komunisme) telah masuk ke dunia Timur. Inilah yang menimbulkan sistem dualisme atau masyarakat dualisme. Telah diuraikan bahwa ekonomi dualistik atau lengkapnya sistem ekonomi dualistik adalah suatu masyarakat yang mengalami 2 macam sistem ekonomi yang saling berbeda dan berdampi
seandainya Persipura tetap melanjutkan permainan yang masih menyisakan banyak waktu tersebut bisa jadi keadaan berbalik dan persipura yang memenangkan pertandingan.
ReplyDeletememang sepak bola indonesia memang akan seperti itu
ReplyDeletememang begitulah sepak bola Indonesia. dari dulu tidak ada niat untuk memperbaiki diri
ReplyDelete