BAGAIMANA SEHARUSNYA MENJADI WARTAWAN
Memasuki Orde Reformasi kehidupan pers di Indonesia mengalami banyak perubahan dari pers yang terkooptasi oleh rezim yang berkuasa (Orde Baru) yang harus tunduk terhadap kemauan penguasa sehingga terbelenggu dalam ketakutan, pembredelan, dan ancaman-ancaman serta sangsi-sangsi lain yang membahayakan dan mengebiri komunitas pers Indonesia untuk mengeluarkan ide-ide dan suara mereka kemudian Memasuki Orde Reformasi pers menjadi lepas dari belenggu yang selama ini mengekang mereka, wartawan bebas untuk menyatakan pendapat, berserikat, dan berkumpul mengeluarkan ide-ide dan kritik mereka. Para stakeholder baik itu dari kalangan pemerintah, Dewan Pers, dan masyarakat umum haruslah menjadikan momentum reformasi untuk menjadikan pers Indonesia menjadi lebih baik dan berkualitas yang mampu menjadi garda depan (avant garde) dalam mengusung kepentingan nasional. Dan sebagai salah satu unsur yang paling vital dalam komunitas pers adalah keberadaan profesi wartawan. Wartawan adalah orang yang pekerjaannya mencari dan menyusun (menulis) berita untuk dimuat dalam media massa (Winarto 2003) untuk menjadi seorang wartawan yang baik haruslah mampu bekerja keras (work hard) dan bekerja cerdas (work smart), ia tetap kritis tanpa merusak hubungan dengan sumber-sumber berita ia lihai sekaligus tulus dan mencintai persahabatan, hanya jam terbang yang tinggilah yang dapat membentuk seseorang menjadi wartawan yang tangguh (Winarto 2003). Objektivitas dan independensi wartawan dalam menuliskan suatu berita sangat tergantung pada dua hal yaitu sisi subyektif (ego) dari wartawan itu sendiri dan organisasi/wadah dimana wartawan itu bekerja dus, karena tuntutan profesi dan pekerjaan dari wartawan yang membutuhkan idealisme dan netralitas yang tinggi dan untuk menjamin tegaknya kebebasan pers dan terpenuhinya hak-hak masyarakat diperlukan suatu landasan moral/etika profesi yang bisa menjadi pedoman dalam menegakkan integritas dan profesionalitas wartawan, dan atas dasar itu dibuatlah Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI) yang isinya :
Wartawan Indonesia menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar.
Wartawan Indonesia menempuh tata cara yang etis untuk memperoleh dan menyiarkan informasi serta memberikan identitas kepada sumber informasi.
Wrtawan Indonesia menghormati azas praduga tak bersalah, tidak mencampurkan fakta dengan opini, berimbang, dan selalu meneliti kebenaran informasi serta tidak melakukan plagiat.
Wartawan Indonesia tidak menyiarkan informasi yang bersifat dusta, fitnah, sadis, dan cabul, serta tidak menyebutkan identitas korban kejahatan susila.
Wartawan Indonesia tidak menerima suap dan tidak menyalahgunakan profesi.
Wartawan Indonesia memiliki Hak Tolak, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai kesepakatan.
Wartawan Indonesia segera mencabut dan meralat kekeliruan dalam pemberitaan serta melayani Hak Jawab.
Kemudian pada Undang-Undang Republik Indonesia No. 40 Tahun 1999 tentang Pers pada Bab III Pasal 7 ayat 1 menyatakan:
“wartawan bebas memilih organisasi wartawan”;
Ayat 2: “wartawan memiliki dan menaati kode etik jurnalistik”.
Selanjutnya pada scoop yang lebih luas pada Undang-Undang RI No. 40 Tahun 1999 tentang Pers pada Bab III tentang Asas, Fungsi, Hak, Kewajiban, dan Peranan Pers pasal 2 menyatakan: “kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum”.
Pasal 5 ayat 1 : “Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah”.
Ayat 2: “Pers wajib melayani Hak Jawab”
Ayat 3 :”Pers wajib melayani Hak Tolak” kemudian pada pasal 6: “Pers nasional melaksanakan perannya sebagai berikut :
Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui;
Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum dan HAM, serta menghormati kebhinnekaan;
Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar;
Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum;
Memperjuangkan keadilan dan kebenaran;
Berdasarkan UU Pers (UU RI No. 40 Tahun 1999) dan Kode Etik Wartawan Indonesia tentunya telah jelas rambu-rambu yang mengatur tentang keberadaan pers Indonesia. Pada akhirnya adalah hasil dari proses aplikasi di lapangan dan output akhir yang dihasikannya dan bagaimana pers terutama wartawan menjadi salah satu komponen yang memperkokoh kekuatan dan menjaga kedaulatan bangsa dan memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa.
Referensi:
Winarto,Paulus,2003,How to Handle The Journalist, Jakarta,Elex Media Komputindo.
Memasuki Orde Reformasi kehidupan pers di Indonesia mengalami banyak perubahan dari pers yang terkooptasi oleh rezim yang berkuasa (Orde Baru) yang harus tunduk terhadap kemauan penguasa sehingga terbelenggu dalam ketakutan, pembredelan, dan ancaman-ancaman serta sangsi-sangsi lain yang membahayakan dan mengebiri komunitas pers Indonesia untuk mengeluarkan ide-ide dan suara mereka kemudian Memasuki Orde Reformasi pers menjadi lepas dari belenggu yang selama ini mengekang mereka, wartawan bebas untuk menyatakan pendapat, berserikat, dan berkumpul mengeluarkan ide-ide dan kritik mereka. Para stakeholder baik itu dari kalangan pemerintah, Dewan Pers, dan masyarakat umum haruslah menjadikan momentum reformasi untuk menjadikan pers Indonesia menjadi lebih baik dan berkualitas yang mampu menjadi garda depan (avant garde) dalam mengusung kepentingan nasional. Dan sebagai salah satu unsur yang paling vital dalam komunitas pers adalah keberadaan profesi wartawan. Wartawan adalah orang yang pekerjaannya mencari dan menyusun (menulis) berita untuk dimuat dalam media massa (Winarto 2003) untuk menjadi seorang wartawan yang baik haruslah mampu bekerja keras (work hard) dan bekerja cerdas (work smart), ia tetap kritis tanpa merusak hubungan dengan sumber-sumber berita ia lihai sekaligus tulus dan mencintai persahabatan, hanya jam terbang yang tinggilah yang dapat membentuk seseorang menjadi wartawan yang tangguh (Winarto 2003). Objektivitas dan independensi wartawan dalam menuliskan suatu berita sangat tergantung pada dua hal yaitu sisi subyektif (ego) dari wartawan itu sendiri dan organisasi/wadah dimana wartawan itu bekerja dus, karena tuntutan profesi dan pekerjaan dari wartawan yang membutuhkan idealisme dan netralitas yang tinggi dan untuk menjamin tegaknya kebebasan pers dan terpenuhinya hak-hak masyarakat diperlukan suatu landasan moral/etika profesi yang bisa menjadi pedoman dalam menegakkan integritas dan profesionalitas wartawan, dan atas dasar itu dibuatlah Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI) yang isinya :
Wartawan Indonesia menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar.
Wartawan Indonesia menempuh tata cara yang etis untuk memperoleh dan menyiarkan informasi serta memberikan identitas kepada sumber informasi.
Wrtawan Indonesia menghormati azas praduga tak bersalah, tidak mencampurkan fakta dengan opini, berimbang, dan selalu meneliti kebenaran informasi serta tidak melakukan plagiat.
Wartawan Indonesia tidak menyiarkan informasi yang bersifat dusta, fitnah, sadis, dan cabul, serta tidak menyebutkan identitas korban kejahatan susila.
Wartawan Indonesia tidak menerima suap dan tidak menyalahgunakan profesi.
Wartawan Indonesia memiliki Hak Tolak, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai kesepakatan.
Wartawan Indonesia segera mencabut dan meralat kekeliruan dalam pemberitaan serta melayani Hak Jawab.
Kemudian pada Undang-Undang Republik Indonesia No. 40 Tahun 1999 tentang Pers pada Bab III Pasal 7 ayat 1 menyatakan:
“wartawan bebas memilih organisasi wartawan”;
Ayat 2: “wartawan memiliki dan menaati kode etik jurnalistik”.
Selanjutnya pada scoop yang lebih luas pada Undang-Undang RI No. 40 Tahun 1999 tentang Pers pada Bab III tentang Asas, Fungsi, Hak, Kewajiban, dan Peranan Pers pasal 2 menyatakan: “kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum”.
Pasal 5 ayat 1 : “Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah”.
Ayat 2: “Pers wajib melayani Hak Jawab”
Ayat 3 :”Pers wajib melayani Hak Tolak” kemudian pada pasal 6: “Pers nasional melaksanakan perannya sebagai berikut :
Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui;
Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum dan HAM, serta menghormati kebhinnekaan;
Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar;
Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum;
Memperjuangkan keadilan dan kebenaran;
Berdasarkan UU Pers (UU RI No. 40 Tahun 1999) dan Kode Etik Wartawan Indonesia tentunya telah jelas rambu-rambu yang mengatur tentang keberadaan pers Indonesia. Pada akhirnya adalah hasil dari proses aplikasi di lapangan dan output akhir yang dihasikannya dan bagaimana pers terutama wartawan menjadi salah satu komponen yang memperkokoh kekuatan dan menjaga kedaulatan bangsa dan memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa.
Referensi:
Winarto,Paulus,2003,How to Handle The Journalist, Jakarta,Elex Media Komputindo.
Comments
Post a Comment