Skip to main content

“SIDE EFFECT” DARI RAMADHAN DAN LEBARAN

Momen bulan Ramadhan (Puasa) dan Hari Raya Idul Fitri (Lebaran) adalah merupakan kegiatan tahunan bagi umat muslim sedunia khususnya lagi bagi umat muslim di Indonesia. Seperti biasa jika mendekati bulan Ramadhan aktivitas masyarakat semakin meningkat, entah itu dalam rangka persiapan untuk acara Buka Puasa, sahur, kegiatan-kegiatan ibadah yang bernuansa keagamaan lainnya yang mengiringi bulan Puasa ini. Jika kita lihat aktivitas ekonomi pada bulan puasa ini, terasa sekali terjadinya peningkatan kapasitas ekonomi riil di masyarakat. Para pedagang/produsen/penjual mendekati bulan Ramadhan mulai menaikkan harga barang-barang (inflasi) terutama sekali terjadi pada barang-barang kebutuhan pokok (sembako) yang djual di masyarakat.

Kemudian, semakin mendekati Hari Raya Lebaran, para pedagang semakin bernafsu menaikkan harga barang-barang kebutuhan, tidak saja sebatas sembako, melainkan menjalar kepada kebutuhan barang-barang sekunder seperti TV, kipas, dan alat-alat elektronik lainnya. Semua ini dilakukan oleh para pedagang tidak lain adalah untuk mengejar laba yang besar. Tidak jarang dan seringkali kita mendengar melalui berita-berita di televisi dan surat kabar bahwa terjadi kelangkaan (scarcity) barang di pasaran. Hal ini seringkali bukan disebabkan karena stok barang yang ada dipedagang terjual habis, tetapi lebih disebabkan oleh pedagang itu sendiri yang menimbun barang dan berspekulasi dengan akan naiknya harga. Dan ketika harga dirasa sudah mencapai “peak” maka sedikit demi sedikit (untuk menghindari turunnya harga secara drastis) para pedagang spekulan ini mulai melepas barang-barangnya ke pasar tentunya dengan harga yang berbeda dengan harga pasar sebelumnya, dimana hukum ekonomi berlaku disini, ketika supply kurang dan demand sangat tinggi yang terjadi adalah berapun harga yang terbentuk, pasar akan menyerapnya. Dengan logika ini pedagang spekulan akan memperoleh untung besar dan masyarakat konsumen akan semakin bertambah pengeluarannya.

Dari sisi konsumen sendiri, maka bulan Ramadhan semakin meningkatkan belanja (spending) masyarakat dan semakin mendekati Hari Raya Lebaran pengeluaran masyarakat semakin meningkat pula, walaupun masyarakat ini sebagian memperoleh Tunjangan Hari Raya (THR) dari tempat mereka bekerja (bagaimana yang tidak dapat THR seperti pekerja-pekerja lepas,pedagang asongan, dll, dapat dipastikan mereka ini semakin tergencet hidupnya) tetapi pendapatan THR ini cenderung untuk juga dihabiskan memenuhi kebutuhan Lebaran, seperti belanja, hadiah Lebaran (angpao) untuk sanak keluarga. Alhasil Bulan Ramadhan dan Lebaran menjadi ajang perilaku konsumtif yang begitu hebatnya yang secara sadar atau tidak sadar telah mengganggu kehidupan ekonomi masyarakat seumumnya. Dan bila kita lihat setiap momen Lebaran ini, masyarakat cenderung untuk menjadikan Lebaran sebagai ajang “PAMER KEBENDAAN”, “PESTA-PORA” dengan segala macam warna-warninya. Dus, dengan fakta seperti ini, kita bisa berpendapat bahwa: Lebaran telah dijadikan sebagai ajang (secara sadar atau tidak sadar) sebagai “PENERAPAN BUDAYA MATERIALISME-KONSUMTIF”, dan jika orang-orang ini diberi tahu, maka dijawab: yaa…. Nggak apa-apalah… namanya juga Lebaran…setahun sekali..katanya..! Namun mereka ini tidak sadar dan tidak paham serta menggeser makna Idul Fitri (Lebaran) sebagai momen relejius menjadi momen keduniawian, :SURGA BUATAN”, yang dekat dengan aktivitas HEDONIS-MATERIALISTIS..!! Anda seperti ini..???!!!

Comments

Popular posts from this blog

TEORI DUALISME EKONOMI INDONESIA MENURUT J.H. BOEKE

Indonesia menurut J.H. Boeke mengalami dualisme ekonomi atau dua sistem ekonomi yang berbeda dan berdampingan kuat. Dua sistem tersebut bukan sistem ekonomi transisi dimana sifat dan ciri-ciri yang lama makin melemah dan yang baru makin menguat melainkan kedua-duanya sama kuat dan jauh berbeda. Perbedaan tersebut karena sebagai akibat penjajahan orang-orang Barat. Apabila tidak terjadi kedatangan orang-orang Barat mungkin sistem pra-kapitalisme Indonesia dan dunia Timur pada umunya pada suatu waktu akan berkembang menuju sisitem atau tahap kapitalisme. Akan tetapi sebelum perkembangan kelembagaan-kelembagaan ekonomi dan sosial menuju ke arah sama, penjajah dengan sisitem kapitalismenya (dan sosialismenya serta komunisme) telah masuk ke dunia Timur. Inilah yang menimbulkan sistem dualisme atau masyarakat dualisme. Telah diuraikan bahwa ekonomi dualistik atau lengkapnya sistem ekonomi dualistik adalah suatu masyarakat yang mengalami 2 macam sistem ekonomi yang saling berbeda dan berdampi

FENOMENA “PASAR MALAM” DI KAMPUNGKU

id.wikipedia.org Dua hari setelah lebaran di kampungku diadakan “pasar malam” tapi saya tidak melihatnya sebagai sebuah pasar yang seperti biasa kita saksikan sehari-hari. Memang benar, pasar malam di kampungku ini ada juga yang berjualan seperti PK-5, ada yang berjualan mainan anak, pernak-pernik cincin, kalung, gelang, dan sebagainya. Dan ada juga permainan anak-anak seperti kuda putar, yang lucunya tidak digerakkan oleh mesin melainkan oleh manusia yang tidak lain adalah si pemilik wahana mainan itu sendiri yang terdiri atas beberapa orang, mereka bahu-membahu menarik dan memutar “kuda putar” ini selama kurang lebih 5 menit.  Namun banyak juga anak-anak yang tertarik mencobanya, sampai-sampai ada yang menangis, ya..namanya juga anak-anak. Yang kedua adalah mainan anak-anak yang saya kurang tahu namanya, semacam “roller coaster” yang kalau kita tidak kuat kita akan merasa pusing setelah mencoba mainan ini, mungkin ini karena faktor ayunannya yang kuat. Nah..selain yang saya ungkapkan

GOOD CORPORATE GOVERNANCE

GOOD CORPORATE GOVERNANCE Bila kita kaji dengan lebih mendalam tolak ukur dari terciptanya suatu keberhasilan kinerja dari perusahaan tidak terlepas dari penerapan (GCG) Good Corporate Governance . Dalam diktum Keputusan Menteri Badan Usaha milik Negara Nomor: KEP -117/M-MBU/2002 tanggal 01 Agustus 2002 tentang Penerapan Praktek Good Corporate governance pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) disebutkan bahwa "Prinsip Good Corporate Governance merupakan kaidah, norma ataupun pedoman korporasi yang diperlukan dalam sistem pengelolaan BUMN yang sehat." Lebih jauh lagi disebutkan dalam Surat Keputusan tersebut, " Corporate Governance adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas Perusahaan guna mewujudkan Nilai Pemegang Saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan Peraturan Perundangan dan Nilai-nilai etika." Dalam penerapan (GCG) ada bebera